Kamis, 04 September 2014

, aku belum mau , aku belum mau?

Bu guru , aku belum mau , aku belum mau?
Begitulah  yang ku dengar setelah penyajian layanan informasi klasikal untuk siswa kelas VII di sebuah SMP dengan tema  FUBERTAS.  Diantara yang dikemukakan pada materi layanan dikemukakan usia fubertas, tanda-tanda fubertas, perkembangan fisik dan psikis pada usia fubertas. Hal terpenting pesan guru BK /konselor sekolah pada siswanya adalah sikap dan akhlah yang perlu dijaga  seperti  prilaku kebersihan diri dan pola pergaulan lawan jenis yang menjunjung tinggi norma-norma agama dan masyarakat yang berlaku. Diakhir layanan guru bk/konselor sekolah memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menanggapi atau mengemukakan sesuatu. Maka Terdengarlah “bu guru  aku belum mau, aku belum mau, tapi udah dapet, aku belum mau, aku belum mau”    ungkapan  begitu memerlukan uluran bantuan, seolah memelas dan kebingunan, penolakan yang jelas tampak padanya.
Aku berpikir betapa anak ini galau dengan kondisinya yang tidak siap dengan perkembangan fisiknya, anak yang masih ingin bermain, menikmati masa anak-anaknya. Tiba-tiba dikejutkan dengan  kedatangan haid setiap bulannya adalah suatu kerepotan, bahkan sesuatu yang menjijikan. Ia dewasa sebelum kematangannya, ia belum cukup pengetahuan, keterampilan  dan sikap untuk menghadapi dan menjalani pertumbuhan dan perkembangan fisiknya saat ini. Karena hal itu datang  terlalu dini baginya. Dia yang masih anak-anak , bersikap seperti kanak-kanak pada umumnya, menginginkan dunia anak-anak masih berada padanya, tak mau tercerabutkan. Kini ia telah di bebani kewajiban sebagai orang dewasa baik sebagai manusia yang beragama dan kewajiban  lainnya, dan terlebih dari itu siap beralih dari dunia anak-anaknya.  Sudah tentu menjadi tugas bersama mencari sousinya . 
Hasil diskusi teman-teman seprofesi membawa kami setidaknya ada dua faktor menonjol yang menjadikan anak dewasa lebih cepat  yang pertama adalah makanan dan kedua adalah faktor informasi yang tak seimbang (tak maching dengan perkembangan anak). Namun khusus kasus ini tampaknya faktor makanan lebih dominan. Ini anggaplah ajakan ….bagi kita bersama



Wahai Ayah sang kepala keluarga
  bahwa salah satu yang menghadang mu ke surga adalah dakwaan putrimu
wahai ayah tak satupun luput dimintai pertanggungjawaban terhadap segala sesuatu pada keluargamu
wahai Ayah tanyakanlah apa yang diberikan ibu putra-putrimu sebagaimakanannya
wahai Ayah tanyakanlah pada ibu anak-anakmu bagaimana keadaan pertumbuhan dan kematangan anak-anakmu
wahai Ayah dengarkanlah  cerita gembira dan keluh-kesah dari ibu anak-anakmu,  juga putra-putrimu
Wahai Ayah berikanlah waktu bersama ibu anak-anakmu dan putra-putrimu.
Wahai Ayah ibu anaka-anakmu dan putra-putrimu pasti tak kan mau kehilangan mu, karenanya janganlah pernah ingkar, lari  dan takut akan  semua yang ada dalam keluargamu. Agar lahir suatu generasi handal  yang dicita-citakan.

khusus tentang  pengalaman ini akan dilanjutkan konseling individual pikirku dalam hati.